Nama : Rindi Tri Cahyani
NPM : 26212406
Kelas : 4EB19
A. Governance System
NPM : 26212406
Kelas : 4EB19
A. Governance System
Governance System merupakan sebuah tata kekuasaan yang terdapat di
dalam perusahaan. Adapun unsur-unsur yang membentuk Governance System
yang tidak dapat terpisahkan yaitu :
- Commitment on Governance
Adalah sebuah komitmen untuk menjalankan perusahaan yang dalam
hal ini adalah bidang perbankan berdasarkan prinsip kehati-hatian
berdasarkan peraturan perundang-perundangan yang berlaku.
- Governance Structure
Adalah struktur kekuasaan berikut persyaratan pejabat yang ada
di bak sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
- Governance Mechanism
Adalah pengaturan mengenai tugas, wewenang dan tanggung jawab
unit dan pejabat bank dalam menjalankan bisnis dan operasional
perbankan.
- Governance Outcomes
Adalah hasil dari pekerjaan baik dari aspek hasil kinerja maupun
acra-cara/praktek-praktek yang digunakan untuk mencapai hasil pekerjaan
B. Budaya Etika
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, budaya mempunyai arti pikiran;
akal budi: adat istiadat. Budaya adalah sebuah istilah yang digunakan
untuk menjelaskan pengalaman bersama yang dialami oleh orang-orang dalam
organisasi tertentu dari lingkungan sosial mereka. Sedangkan Etika
mempunyai arti sebagai ilmu yang mempelajari tentang apa yang baik dan
apa yang buruk serta tetang hal dan kewajuban moral.
C. Mengembangkan Struktur Etika Korporasi
Semangat untuk mewujudkan Good Corporate Governance memang telah
dimulai di Indonesia, baik di kalangan akademisi maupun praktisi baik di
sektor swasta maupun pemerintah. Berbagai perangkat pendukung
terbentuknya suatu organisasi yang memiliki tata kelola yang baik sudah
di stimulasi oleh Pemerintah melalui UU Perseroan, UU Perbankan, UU
Pasar Modal, Standar Akuntansi, Komite Pemantau Persaingan Usaha, Komite
Corporate Governance, dan sebagainya yang pada prinsipnya adalah
membuat suatu aturan agar tujuan perusahaan dapat dicapai melalui suatu
mekanisme tata kelola secara baik oleh jajaran dewan komisaris, dewan
direksi dan tim manajemennya.
D. Kode Perilaku Korporasi
Pengelolaan perusahaan tidak dapat dilepaskan dari aturan-aturan main
yang selalu harus diterima dalam pergaulan sosial, baik aturan hukum
maupun aturan mora atau etika. Perilaku perusahaan secara nyata
tercermin pada perilaku pelaku bisnisnya. Dalam mengatur perilaku
inilah, perusahaan perlu menyatakan secara tertulis nilai-nilai etika
yang menjadi kebijakan dan standar perilaku yang diharapkan atau bahkan
diwajibkan bagi setiap pelaku bisnisnya. Pernyataan dan pengkomunikasian
nilai-nilai tersebut dituangkan dalam Kode Perilaku Korporasi.
E. Evaluasi Terhadap Kode Perilaku Korporasi
Dalam setiap Kode Perilaku Korporasi, adanya evaluasi terhadap kode
perilaku korporasi juga sangat diperlukan, agar segala kegiatan yang
telah dilakukan apakah sudah dijalankan sesuai dengan prosedur yang
sudah ditetapkan. Berikut ini langkah yang harus dilakukan dalam
evaluasi terhadap kode perilaku korporasi, yaitu :
- Pelaporan pelanggaran Kode Perilaku Korporasi
- Sanksi atas pelanggaran Kode Perilaku Korporasi
Disamping itu pengelola Good Corporate Governance bekerjasama
dengan pengelola Audit Internal untuk memantau pelaksanaan Tata Kelola
Perusahaan yang diimplementasikan diseluruh jajaran Perusahaan atau
dengan sistim Self Assesment.
Kesimpulan
Dalam mengimplementasikan Ethical Governance, diperlukan instrumen-instrumen yang menunjang, yaitu sebagai berikut :
Pedoman Tata Kelola Perusahaan, pedoman dalam interaksi antar organ Perusahaan maupun stakeholder lainnya.
- Code of Conduct (Pedoman Perilaku Etis), pedoman dalam menciptakan hubungan kerjasama yang harmonis antara Perusahaan dengan Karyawannya.
- Board Manual, Panduan bagi Komisaris dan Direksi yang mencakup Keanggotaan, Tugas, Kewajiban, Wewenang serta Hak, Rapat Dewan, Hubungan Kerja antara Komisaris dengan Direksi serta panduan Operasional Best Practice.
F. Contoh Kasus Ethical Governance
kasus perusahaan yang menyimpang dari
GCG:
JAKARTA. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan (Bapepam-LK) lama-lama gerah juga melihat semakin maraknya kasus
kejahatan kerah putih yang melibatkan emiten pasar modal. Nurhaida, Ketua Bapepam-LK, mengungkapkan, otoritas
pasar modal tengah mempertimbangkan untuk mengubah aturan Bapepam Nomor IX.i.5
tentang Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit. Tujuan revisi
meningkatkan kualitas pengawasan terhadap emiten pasar modal. Dalam beleid tersebut, otoritas mewajibkan setiap
emiten memiliki Komite Audit. Itu adalah komite yang dibawahi oleh dewan
komisaris sebuah emiten. Komite itu bertugas memberikan pendapat ke dewan
komisaris terhadap laporan atau segala hal yang disampaikan direksi kepada
dewan komisaris.
Komite ini juga berperan mengidentifikasi hal-hal
yang perlu diperhatikan oleh dewan komisaris. Sebagai contoh, terkait laporan
keuangan dan ketaatan terhadap aturan perundang-undangan. Komite audit juga melaporkan pelaksanaan manajemen
risiko oleh direksi kepada dewan komisaris. Intinya, komite ini bertugas
memastikan ketepatan penerapan tata kelola perusahaan yang baik (good
corporate governance).
Bapepam-LK menilai, keberadaan komite ini perlu
diperkuat seiring dengan semakin kompleksnya dunia bisnis dan usaha saat ini.
Ada beberapa poin revisi, yang merupakan masukan dari Ikatan Komite Audit
Indonesia (IKAI). Pertama, persyaratan anggota komite audit. Kanaka
Puradireja, Ketua Dewan IKAI menuturkan, anggota komite audit ke depan harus
merupakan anggota organisasi profesi. “Jika nanti terjadi penyimpangan oleh
anggota komite audit, organisasi profesi yang bertanggung jawab,” ujar dia.
Misalnya, akuntan mempertanggungjawabkan profesinya kepada Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI).
Kedua, adalah pembatasan jumlah anggota komite
audit, yakni cukup tiga sampai lima orang saja. Ketiga, “Masa jabatan juga
perlu dibatasi agar independensinya tetap terjaga,” imbuh Kanaka. Etty Retno Wulandari, Kepala Biro Standar Akuntansi
dan Keterbukaan Informasi, mengungkapkan, draft revisi ini kemungkinan selesai
akhir tahun ini.
Analisis:
Minimnya tata kelola perusahaan yang baik dapat
dilihat dari contoh kasus diatas. Kejahatan kerah putih yang melibatkan
sektor emiten pasar modal tetap terus terjadi. Tindakan pembentukan dan Pedoman
Pelaksanaan Kerja Komite Audit saja tidak cukup. Sehingga Ikatan Komite Audit
Indoesia (IKAI) harus merevisi beberapa poin penting dalam pembentukan dan
Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit. Oleh karena itu menurut saya kasus seperti ini harus
lah segera diselesaikan tentunya dengan cara pembenahan tata kelola perusahaan
yang baik (good corporate governance). Sehingga kejahatan-kejahatan
yang diakibatkan oleh minimnya sistem good corporate governance dapat
segera teratasi dan tidak dapat terulang kembali. Badan Pengawas Pasar Modal
dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) juga harus dapat menjaga kestabilan tata
kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) sehingga
ke ativitasan pasar modal dapat berjalan dengan baik sesuai dengan apa yang
diharapkan.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar